Swasembada Pangan Jadi Strategi Pemerintah Tingkatkan Pendapatan Petani

oleh -5 Dilihat
oleh
banner 468x60

Oleh: Citra Kurnia Khudori)*

Program pemerintah untuk mewujudkan kemandirian pangan tak hanya fokus pada pemenuhan kebutuhan pangan bagi masyarakat, tetapi juga sebagai strategi untuk meningkatkan pendapatan petani.

banner 336x280

Selama ini, pemahaman kebanyakan masyarakat umum mengenai swasembada pangan baru sebatas stok persediaan makanan yang cukup. Padahal lebih dari itu, swasembada pangan juga mencakup kemampuan untuk memproduksi pangan sendiri secara berkelanjutan melalui peningkatan kapasitas produksi, diversifikasi pangan, dan pengelolaan sumber daya alam yang baik.

Akademisi Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta, Rio Johan Putra berpendapat, bahwa swasembada pangan bukan sekedar program teknis. Persoalan pangan adalah inti dari kemerdekaan dan keberlangsungan hidup bangsa di tengah tantangan global.

Ia menilai, Presiden Prabowo sudah menempatkan kepentingan pangan sebagai prioritas karena merupakan hak dasar sekaligus fondasi kedaulatan nasional. Seperti peribahasa “sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui”, kebermanfaatan swasembada pangan pun dapat dirasakan segala penjuru, termasuk petani.

Swasembada pangan dapat meningkatkan pendapatan petani melalui peningkatan produktivitas hasil pertanian yang didukung oleh berbagai upaya seperti penggunaan teknologi pertanian yang tepat, pengelolaan lahan dan air yang efisien, penyediaan akses modal dan teknologi, serta penguatan infrastruktur pertanian.

Peningkatan produksi yang meningkat pada akhirnya akan memperkuat nilai tukar petani dan kesejahteraan mereka. Pada bulan Agustus lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat peningkatan nilai tukar petani (NTP) yang mencapai 123,57 atau naik 0,76% dibanding Juli 2025 yang sebesar 122,64. Bahkan dibandingkan periode yang sama tahun lalu, angka tersebut naik pesat karena per Agustus 2024 nilainya sebesar 119,85.

Deputi bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini mengungkapkan, peningkatan NTP terjadi karena indeks harga yang diterima petani atau lt naik sebesar 0,84%, sementara indeks harga yang dibayarkan petani atau lb naik sebesar 0,08%. Kenaikan indeks harga yang diterima petani disumbang oleh komoditas gabah, kelapa sawit, jagung, serta bawang putih. Total angka lt pada Agustus 2025 sebesar 153,95. Sementara itu, lanjut Pudji, indeks harga yang dibayar petani sebesar 124,58 disumbang oleh komoditas bawang merah, beras, ketimun, dan sigaret kretek mesin.

BPS sendiri mendefinisikan nilai tukar petani sebagai salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan/daya beli petani di pedesaan. NTP juga menunjukkan daya tukar (terms of trade) dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi.

Selain itu, berdasarkan subsektornya, NTP yang mengalami kenaikan paling tinggi ialah tanaman pangan dengan kenaikan sebesar 2,4% dari 110,99 per Juli 2025 menjadi 113,65 per Agustus 2025. Sebagai contoh, kenaikan NTP pada subsektor tanaman pangan dirasakan di Sulawesi Barat.

Stastisi Ahli Madya sekaligus Penanggung Jawab Kegiatan Statistik Distribusi Provinsi Sulawesi Barat, Eka Khaerandy Oktafianto mengungkapkan, NTP subsektor tanaman pangan yang mengalami peningkatan menunjukkan adanya perbaikan kesejahteraan petani. Menurutnya, angka kenaikan tersebut merupakan sinyal positif bagi petani sebagai produsen dan masyarakat sebagai konsumen.

Eka mengamini bahwa manfaat dari berbagai program pemerintah turut dirasakan di tengah masyarakat. Kebijakan seperti dukungan terhadap sektor pertanian dan pengendalian harga dinilainya berdampak langsung terhadap peningkatan kesejahteraan petani, sekaligus menjaga stabilitas harga di pasar.

Mulai membuahkan hasil, pemerintah terus berupaya untuk memperkuat dan memastikan keberlanjutan program swasembada pangan dengan menaikkan anggaran Kementerian Pertanian di 2026 menjadi Rp 40 triliun.

Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman mengatakan, anggaran tersebut akan digunakan untuk peningkatan produksi padi hingga komoditas strategis lainnya. Mentan pun menjelaskan, pada 2026, Kementan berfokus pada empat program yang meliputi: pertama, program ketersediaan, akses dan konsumsi pangan berkualitas;, kedua, program nilai tambah dan daya saing industri pertanian; ketiga, program pendidikan dan pelatihan pompanisasi; dan keempat, program pendukungan manajemen.

Dengan berpatokan pada empat program tersebut, maka rancangan program prioritas Kementan pada 2026 di antaranya: pertama, peningkatan produksi padi, jagung, dan komoditas strategis lainnya, termasuk daging, telur dan susu sapi; kedua, cetak sawah dan optimalisasi lahan; ketiga, penyediaan air untuk pertanian, penyiapan benih unggul, alat mesin pertanian dan pupuk bersubsidi; keempat, penyuluhan dan regenerasi petani serta hilirisasi komoditas pertanian.

Mentan menegaskan bahwa Kementan berkomitmen menjalankan arahan Presiden Prabowo untuk segera meningkatkan produksi komoditas pangan strategis. Pada tahun 2026, Kementan menargetkan produksi komoditas utama meliputi produksi beras 33,8juta ton, jagung 22,7juta ton, kedelai 343ribu ton, aneka cabai 3juta ton, bawang merah 2juta ton, kopi 786ribu ton, kakao 633ribu ton, kelapa 2,89juta ton, daging sapi dan kerbau 514ribu ton, dan daging ayam 4,3juta ton.

Dengan anggaran yang disiapkan pemerintah untuk sektor pertanian di tahun 2026 dan target produksi yang ditetapkan oleh Kementan, sudah seharusnya petani dan para pelaku di sektor pertanian lainnya optimistis kesejahteraan petani akan semakin baik di tahun-tahun yang akan datang.

)* Penulis merupakan Pemerhati Isu Sosial-Ekonomi Pertanian

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.