Pepera 1969 Menegaskan Papua Sah Bagian dari NKRI

oleh -3 Dilihat
oleh
banner 468x60

Oleh : Melianus Yikwa )*

Papua merupakan bagian integral dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan status tersebut tidak lahir dari manipulasi sepihak ataupun tindakan koersif. Sebaliknya, posisi Papua dalam NKRI lahir melalui tahapan historis, yuridis, dan politik yang sesuai dengan norma internasional. Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) pada tahun 1969 menjadi tonggak penting yang membuktikan bahwa keinginan masyarakat Papua telah disalurkan dalam kerangka yang sah dan diakui dunia. Pelaksanaan Pepera yang berada di bawah pengawasan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menjadikannya sebagai bentuk penentuan nasib sendiri yang sah secara internasional.

banner 336x280

Pelaksanaan Pepera berlandaskan pada Perjanjian New York tahun 1962 antara Indonesia dan Belanda yang difasilitasi oleh PBB. Perjanjian tersebut menetapkan bahwa masa depan Papua akan diputuskan melalui konsultasi dengan rakyat setempat dalam bentuk Pepera. Pada 1969, sebanyak 1.026 wakil rakyat Papua dari berbagai wilayah memberikan suara dalam forum musyawarah yang disesuaikan dengan struktur sosial dan budaya masyarakat Papua, yang kala itu belum mengenal sistem demokrasi elektoral Barat. Sejarawan Papua, Yohannis Samuel Nusi, menegaskan bahwa mekanisme musyawarah yang digunakan justru selaras dengan tradisi Papua, yang lebih mengedepankan konsensus kolektif dibandingkan pemungutan suara individual.

Prosedur ini mencerminkan adaptasi terhadap realitas sosial Papua dan bukannya pengingkaran terhadap demokrasi. Prinsip dasar dalam pelaksanaan Pepera justru menunjukkan penghargaan terhadap nilai-nilai lokal, serta menjadi cerminan bahwa demokrasi dapat berwujud dalam berbagai bentuk sesuai dengan konteks budaya suatu masyarakat. Oleh karena itu, argumen yang menyebutkan Pepera tidak demokratis menjadi tidak relevan ketika ditinjau dari sudut antropologi politik dan hukum internasional.

Legitimasi Pepera tidak berhenti pada pelaksanaan musyawarah, tetapi juga diperkuat oleh pengakuan dunia internasional melalui Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 2504 tahun 1969. Resolusi ini menyatakan penerimaan terhadap hasil Pepera sebagai representasi sah dari kehendak rakyat Papua. Dengan demikian, setiap upaya untuk mendiskreditkan Pepera atau menggugat kedaulatan Indonesia atas Papua sama saja dengan mengabaikan keputusan sah masyarakat internasional. Status Papua sebagai bagian dari Indonesia bukan hanya persoalan legalitas nasional, tetapi juga merupakan hasil dari konsensus global.

Lebih dari setengah abad telah berlalu sejak Pepera dilaksanakan. Dalam rentang waktu tersebut, Indonesia telah menunjukkan komitmen nyata untuk menjadikan Papua sebagai wilayah prioritas pembangunan. Melalui kebijakan Otonomi Khusus yang diberlakukan sejak tahun 2001 dan diperkuat dengan revisi pada tahun 2021, pemerintah menghadirkan pendekatan afirmatif untuk mempercepat kemajuan Papua. Pemerintah mengalokasikan anggaran besar guna memperkuat sektor pendidikan, kesehatan, infrastruktur, serta pemberdayaan ekonomi masyarakat Papua. Pembangunan jalan trans Papua, pengembangan bandara, hingga fasilitas pendidikan berbasis teknologi menjadi bukti nyata hadirnya negara dalam membangun keadilan wilayah.

Pendekatan pembangunan juga tidak lepas dari strategi sosial budaya. Pelibatan pemuka agama, tokoh adat, serta organisasi masyarakat sipil menjadi bagian penting dari strategi kolaboratif yang dijalankan pemerintah dalam menjaga stabilitas di Papua. Komandan Resor Militer 182/Jazira Onim, Kolonel Inf Irwan Budiana, menyampaikan bahwa keberhasilan diplomasi Indonesia dalam merebut kembali Irian Barat tidak terlepas dari pendekatan multilateral yang menghormati mekanisme internasional. Ia mengingatkan pentingnya generasi muda memahami sejarah secara utuh, agar tidak mudah terpengaruh oleh narasi provokatif yang menjauhkan Papua dari realitas nasionalnya.

Fakta bahwa negara membuka ruang aspirasi melalui kanal legal seperti Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi menunjukkan bahwa kritik dan saran tetap diterima dalam bingkai konstruktif. Negara tidak menutup mata terhadap aspirasi masyarakat Papua, namun tetap menegaskan bahwa segala bentuk penyampaian harus berada dalam koridor hukum dan persatuan nasional. Upaya membangun Papua bukan hanya ditujukan untuk mengejar ketertinggalan infrastruktur, tetapi juga merajut rekonsiliasi sosial sebagai bentuk penghormatan terhadap sejarah panjang wilayah tersebut.

Narasi keliru yang menyebut Pepera hasil tekanan politik tidak hanya menyesatkan, tetapi mengancam stabilitas dan pembangunan Papua yang terus digiatkan pemerintah. Narasi seperti ini tidak hanya menyesatkan, tetapi juga berpotensi mengganggu proses pembangunan dan rekonsiliasi yang selama ini telah berjalan. Apabila Pepera terus-menerus digugat tanpa dasar kuat, maka yang dirugikan adalah masyarakat Papua sendiri. Sebab, wacana separatisme yang tidak berdasarkan fakta justru menjauhkan Papua dari peluang besar untuk berkembang dalam ekosistem NKRI yang lebih luas.

Kini, tantangan terbesar bukan lagi pembuktian status Papua sebagai bagian dari Indonesia, tetapi bagaimana menjadikan Papua sebagai simbol keberhasilan Indonesia dalam mengelola keragaman. Papua adalah mozaik penting dalam wajah pluralitas nasional. Oleh karena itu, penguatan identitas lokal Papua dalam kerangka kebangsaan harus terus didorong agar tidak ada dikotomi antara keindonesiaan dan ke-Papua-an. Identitas Papua bukanlah entitas yang terpisah, tetapi bagian dari kekayaan budaya nusantara yang memperkuat fondasi bangsa.

Pepera 1969 bukan sekadar catatan sejarah, tetapi peneguhan jati diri nasional. Prosesnya mencerminkan bagaimana diplomasi, budaya lokal, dan legitimasi global berpadu dalam menyelesaikan satu episode penting dalam sejarah Indonesia. Maka, saat ini bukan waktunya lagi meragukan keabsahan Papua sebagai bagian dari NKRI. Fokus harus diarahkan pada upaya memperkuat kualitas hidup masyarakat Papua agar dapat sejajar dan berkontribusi aktif dalam pembangunan nasional. Sejarah telah memberikan legitimasi, kini giliran kebijakan dan kerja nyata yang menjawab harapan rakyat Papua.

)* Penulis merupakan Pemerhati Pembangunan Papua

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.