Penerimaan Hasil PSU Jadi Fondasi Demokrasi yang Kokoh

oleh -4 Dilihat
oleh
banner 468x60

Oleh : Habib Adnan )*

Penyelenggaraan Pemungutan Suara Ulang (PSU) merupakan bagian penting dari proses demokrasi yang adil dan transparan. Meski sering kali dipicu oleh sengketa hasil Pemilu atau temuan pelanggaran, PSU sejatinya adalah mekanisme koreksi yang disediakan oleh sistem demokrasi untuk menjaga integritas pemilihan. Dalam praktiknya, PSU memungkinkan masyarakat untuk menggunakan kembali hak pilihnya dengan jaminan proses yang lebih bersih, tertib, dan sesuai dengan prinsip keadilan elektoral. Oleh karena itu, penerimaan hasil PSU oleh semua pihak yang terlibat, baik peserta Pemilu maupun masyarakat umum, adalah fondasi utama bagi terciptanya demokrasi yang kokoh dan berkelanjutan.

banner 336x280

Penerimaan hasil PSU tidak selalu mudah, apalagi jika ketegangan politik sudah terlanjur tinggi. Namun, kedewasaan demokrasi diukur dari kemampuan setiap pihak untuk menempatkan kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi atau kelompok. Dalam konteks ini, sikap legowo dari peserta Pemilu yang kalah dalam PSU menjadi teladan penting. Ketika calon yang tidak terpilih menerima hasil dengan sikap sportif dan mengajak pendukungnya untuk menjaga ketertiban, hal ini memberikan pesan kuat bahwa demokrasi bukan hanya soal menang dan kalah, tapi juga tentang membangun kepercayaan publik terhadap sistem Pemilu.

Wakil Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia, Ribka Haluk menjelaskan lebih dari sekadar proses elektoral, PSU juga merupakan ruang pembelajaran politik bagi masyarakat. Ketika pemilih melihat bahwa pelanggaran atau kecurangan dapat diselesaikan secara konstitusional melalui mekanisme PSU, maka mereka akan semakin percaya bahwa suara mereka benar-benar dihargai. Hal ini memperkuat partisipasi politik warga negara dan menumbuhkan kesadaran bahwa demokrasi bukan sesuatu yang statis, melainkan terus diperjuangkan melalui keterlibatan aktif dan kritis terhadap proses politik. Penerimaan hasil PSU, dalam kerangka ini, menjadi indikator bahwa masyarakat telah menapaki kematangan politik yang signifikan.

Dampak positif dari penerimaan hasil PSU juga terasa dalam aspek keamanan dan stabilitas sosial. Dalam situasi pasca-PSU, potensi konflik horizontal kerap muncul jika ada pihak yang menolak hasil dan memprovokasi pendukungnya. Namun, dengan komunikasi yang terbuka, pendekatan persuasif dari tokoh masyarakat, serta pengawalan hukum yang konsisten, eskalasi konflik dapat dihindari. Ketika hasil PSU diterima secara luas dan legitimasi pemenang tidak dipertanyakan, maka masyarakat dapat kembali fokus pada agenda pembangunan daerah dan kesejahteraan bersama tanpa dibayangi ketegangan politik berkepanjangan.

Media juga memainkan peran sentral dalam membentuk opini publik terkait hasil PSU. Pemberitaan yang proporsional, adil, dan berbasis data membantu masyarakat memahami bahwa keputusan yang diambil oleh lembaga Pemilu dan pengawas Pemilu telah melalui proses yang panjang dan teliti. Media yang bertanggung jawab tidak hanya melaporkan hasil, tetapi juga mengedukasi publik tentang pentingnya menerima hasil Pemilu sebagai bentuk penghormatan terhadap sistem hukum dan demokrasi. Sikap ini penting untuk mencegah disinformasi dan polarisasi opini yang kerap muncul pasca-Pemilu.

Pemerintah daerah dan pusat juga memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa hasil PSU diterima dalam suasana yang damai dan tertib. Ketua Bawaslu Provinsi Gorontalo, Idris Usuli menjelaskan bahwa Bawaslu akan terus menjaga integritas Pemilu bersama KPU dan MK. Hal tersebut dilihat dari memori persetujuan yang disampaikan oleh Tim Kuasa Hukum Paslon 01 (Roni Imran-Ramadhan Mapaliey) dengan Nomor :01/REG/K/TSM-PB/BAWASLU//V/2025 terhadap Paslon 02 (Thoriq Modanggu-Nurjana Hasan Yusuf) dinyatakan tidak dapat diterima. Keputusan ini merupakan cerminan dari ketegasan lembaga pengawas Pemilu dalam memastikan bahwa seluruh proses yang disetujui harus memenuhi aspek formil dan materil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Koordinasi antara KPU, Bawaslu, aparat keamanan, dan pemangku kepentingan lokal harus ditingkatkan, terutama dalam menyampaikan hasil dan merespons dinamika di lapangan. Selain itu, tokoh adat, pemuka agama, dan komunitas sipil harus dilibatkan untuk menjaga suasana sejuk dan menjadi jembatan komunikasi antara pemerintah dan masyarakat. Proses transisi pasca-PSU membutuhkan kerja sama lintas sektor demi menjaga keutuhan sosial dan politik.

Sementara itu, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Suhartoyo menjelaskan secara hukum, keputusan PSU bersifat final dan mengikat setelah ditetapkan oleh KPU sesuai putusan lembaga berwenang, seperti Mahkamah Konstitusi atau Bawaslu. Oleh karena itu, upaya menggugat kembali hasil PSU di luar jalur hukum resmi hanya akan mencederai proses demokrasi yang sah. Masyarakat perlu memahami bahwa demokrasi bukan berarti setiap hasil harus memuaskan semua pihak, melainkan tentang menerima hasil yang dihasilkan oleh proses yang adil. Penolakan tanpa dasar hukum hanya akan merusak kepercayaan publik terhadap sistem Pemilu dan membuka celah konflik yang tidak perlu.

Penerimaan hasil PSU harus dilihat sebagai komitmen bersama untuk memperkuat demokrasi Indonesia. Dengan menerima hasil Pemilu secara legawa, masyarakat menunjukkan bahwa mereka lebih dewasa dalam berpolitik dan siap melangkah maju bersama pemenang terpilih. Demokrasi tidak berhenti pada hari pemungutan suara, tetapi berlanjut dalam bentuk pengawasan, partisipasi, dan keterlibatan aktif dalam pembangunan. Dengan demikian, PSU bukanlah akhir dari konflik, tetapi awal dari rekonsiliasi dan konsolidasi demokrasi yang lebih matang.

)* Penulis merupakan mahasiswa Uninus Bandung.

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.