Oleh: Rahman Prawira)*
Pemerintah menegaskan komitmennya dalam membangun sumber daya manusia (SDM) yang sehat, tangguh, dan berdaya saing global. Dalam pidato kenegaraan yang disampaikan Presiden Prabowo Subianto, pemerintah secara resmi mengumumkan rencana alokasi anggaran sebesar Rp 335 triliun untuk Program Makan Bergizi (MBG) pada tahun 2026. Langkah ini bukan sekadar kebijakan populis, melainkan bentuk nyata dari strategi jangka panjang dalam memutus rantai kemiskinan dan memperkuat fondasi kesejahteraan nasional melalui intervensi gizi yang terstruktur dan menyeluruh.
Program MBG bukanlah sekadar upaya bagi-bagi makanan. Program ini adalah bagian dari skema pembangunan manusia yang komprehensif, yang menjadikan gizi sebagai titik awal dalam pembangunan kualitas sumber daya manusia. Sebab tak bisa dipungkiri, permasalahan gizi buruk masih menjadi tantangan serius di berbagai wilayah Indonesia, terutama di kalangan balita, anak sekolah, dan ibu hamil. Pemerintah memahami bahwa tanpa adanya penanganan gizi yang tepat dan merata, visi Indonesia Emas 2045 hanya akan menjadi wacana di atas kertas.
Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, mengatakan bahwa anggaran MBG yang diproyeksikan mencapai Rp 335 triliun akan difokuskan pada dua hal utama yakni penanganan gizi secara langsung dan digitalisasi operasional pada Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). Phaknya juga menjelaskan bahwa sedikitnya Rp 1,2 triliun per hari atau sekitar Rp 25 triliun per bulan akan dialokasikan untuk pemenuhan gizi masyarakat. Angka ini mencerminkan keseriusan pemerintah dalam menjalankan program ini bukan sebagai proyek sementara, melainkan sebagai bagian dari sistem jangka panjang yang terukur, transparan, dan berbasis data.
Langkah digitalisasi yang dirancang dalam operasional SPPG pun menjadi terobosan penting. Dengan sistem yang terdigitalisasi, penyaluran bantuan akan lebih tepat sasaran, mengurangi potensi kebocoran anggaran, dan memastikan bahwa setiap penerima manfaat mendapatkan haknya secara utuh. Ini sejalan dengan semangat efisiensi dan transparansi yang menjadi bagian penting dari reformasi birokrasi di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo.
Presiden Prabowo dalam pidatonya menekankan bahwa program MBG ini akan menyasar 82,9 juta warga Indonesia yang masuk kategori rentan gizi, yakni siswa, ibu hamil, dan balita. Ini merupakan angka yang cukup besar dan mencerminkan cakupan program yang sangat luas. Dengan penanganan gizi sejak dini, diharapkan anak-anak Indonesia tumbuh dengan kecerdasan optimal, kesehatan prima, dan mental tangguh. Sementara itu, ibu hamil yang mendapat asupan gizi layak akan melahirkan generasi yang tidak hanya bebas dari stunting, tetapi juga memiliki daya tahan tubuh yang baik dan kecerdasan yang berkembang optimal.
Selain itu, program ini juga akan berdampak langsung pada sektor ekonomi rakyat, terutama pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Menteri UMKM, Maman Abdurrahman, mengatakan bahwa program MBG akan membuka peluang besar bagi UMKM, terutama dalam penyediaan bahan pangan lokal bergizi yang menjadi bagian dari rantai pasok program. Pihaknya juga menegaskan bahwa keberpihakan pemerintah di era Presiden Prabowo terhadap UMKM sangat signifikan. Sehingga dengan adanya program MBG ini pelaku UMKM di sektor pangan akan diintegrasikan secara aktif dalam ekosistem nasional.
Dengan menjadikan UMKM sebagai mitra utama dalam penyediaan bahan makanan untuk program MBG, pemerintah tidak hanya menyehatkan rakyat, tetapi juga menggerakkan ekonomi lokal. Petani lokal, peternak kecil, dan pelaku industri makanan sehat rumahan akan menjadi bagian dari sistem distribusi gizi yang besar ini. Pola seperti ini menciptakan efek domino yakni gizi masyarakat meningkat, pendapatan UMKM bertumbuh, dan kemandirian pangan nasional pun diperkuat.
Saat situasi global yang tidak menentu akibat perubahan iklim, ketegangan geopolitik, dan disrupsi rantai pasok pangan global menjadikan langkah ini semakin relevan. Indonesia tak bisa terus bergantung pada impor atau pada solusi jangka pendek. Dengan penanganan gizi berbasis produksi dalam negeri dan distribusi yang efisien, ketahanan nasional baik dalam aspek kesehatan maupun ekonomi akan meningkat secara signifikan.
Tentu, dalam pelaksanaannya, program ini akan memerlukan pengawasan ketat dan partisipasi masyarakat yang aktif. Sinergi antara pemerintah pusat, daerah, dan komunitas lokal harus diperkuat agar pelaksanaan program tidak hanya efektif di atas kertas, tetapi juga nyata dirasakan oleh masyarakat. Di era digital seperti saat ini, pelibatan teknologi informasi untuk memantau, mengevaluasi, dan memperbaiki program secara berkala harus menjadi bagian integral dari kebijakan.
Pemerintahan Prabowo-Gibran, melalui program MBG, menunjukkan arah pembangunan yang berpihak pada masa depan. Kebijakan ini bukan hanya menjawab tantangan kekinian berupa gizi buruk dan stunting, tetapi juga menjadi investasi jangka panjang untuk menciptakan generasi unggul. Program ini memperlihatkan bahwa pembangunan tidak hanya diukur dari proyek infrastruktur semata, tetapi juga dari kualitas manusia yang akan mengelola dan menikmati hasil pembangunan itu sendiri. Jika dijalankan dengan disiplin, transparansi, dan partisipasi aktif dari seluruh elemen bangsa, program MBG dapat menjadi tonggak sejarah dalam upaya mewujudkan Indonesia yang sehat, kuat, dan berdaulat di bidang pangan dan kesehatan masyarakat.
)*Penulis adalah Pengamat Kebijakan Publik