JAKARTA – Pemerintah terus mengakselerasi integrasi proyek infrastruktur strategis nasional di wilayah Pantai Utara Jawa. Salah satu yang kini menjadi perhatian adalah pembangunan Jalan Tol Semarang-Demak yang dirancang menyatu dengan tanggul laut raksasa atau giant sea wall.
Selain menjadi solusi atas kemacetan lalu lintas di jalur Pantura, proyek ini juga berfungsi sebagai proteksi pesisir terhadap ancaman banjir rob yang semakin parah akibat perubahan iklim dan penurunan muka tanah.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mencatat progres pembangunan Tol Semarang-Demak Seksi 1 Kaligawe-Sayung telah mencapai 44,26% per 12 Juni 2025. Ruas sepanjang 10,64 kilometer ini dibangun di atas laut, terintegrasi dengan sistem tanggul yang akan menjadi garda depan pertahanan wilayah pesisir Semarang dan kawasan industri Terboyo. Sementara itu, Seksi 2 yang menghubungkan Sayung-Demak sepanjang 16,31 km di daratan telah resmi beroperasi sejak Februari 2023.
Pembangunan tol dan tanggul laut ini juga dilengkapi dengan sistem pengendalian banjir melalui proyek Kolam Retensi Terboyo dan Sriwulan. Dua kolam retensi tersebut diproyeksikan mampu mereduksi banjir hingga 4.429 hektare di tiga kecamatan di Semarang serta melindungi lebih dari 254 ribu jiwa.
“Jalan tol ini mengurangi beban lalu lintas di Jalan Pantura Jawa yang sudah sangat padat dan sering mengalami kemacetan,” ujar Menteri PUPR Dody Hanggodo.
Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin mengungkapkan bahwa Pemprov Jateng tengah mendorong inovasi dengan mengusulkan konsep hybrid sea wall untuk perpanjangan tanggul dari Demak ke Jepara. Dengan memanfaatkan beton ringan kelontong dan material urugan, struktur tanggul akan disusun untuk mengembalikan ekosistem pantai sekaligus menambah kekuatan konstruksi.
“Konsep dari Undip ini lebih hemat dan ramah lingkungan, karena bisa menjadi media tanam mangrove,” jelas Taj Yasin.
Senada, Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi menegaskan bahwa fungsionalisasi tanggul laut akan dimulai pada Januari 2026. Pada tahap awal, tanggul ini akan memisahkan laut lepas dari wilayah permukiman pesisir sebelum tol resmi dibuka untuk kendaraan.
“Januari 2026 nanti sudah fungsional, belum operasional,” ujarnya saat meninjau proyek kolam retensi Terboyo, 27 Mei lalu.
Sementara itu, dalam skala nasional, pembangunan tanggul laut raksasa di Pantura menjadi salah satu prioritas utama Presiden Prabowo Subianto. Dalam sambutannya di International Conference on Infrastructure (ICI) 2025, Presiden menyatakan proyek sepanjang 500 km dari Banten hingga Gresik ini diperkirakan menelan biaya hingga 80 miliar dolar AS atau setara Rp1.297 triliun, dengan estimasi waktu pembangunan antara 15–20 tahun.
“Kalau sampai ke Jawa Timur mungkin membutuhkan waktu 20 tahun. Tidak ada masalah. Ada pepatah kuno: ‘Perjalanan 1.000 kilometer dimulai oleh satu langkah’. Kita akan segera mulai itu,” kata Presiden Prabowo dengan penuh optimisme.
Menko Infrastruktur dan Pengembangan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengungkapkan ketertarikan berbagai negara terhadap proyek ini, mulai dari Belanda, China, Korea Selatan, hingga Jepang.
“Belanda telah menyelesaikan studi kelayakan proyek ini sejak 2020 dan siap berkolaborasi melalui perusahaan-perusahaan teknik mereka,” kata AHY.
Proyek tanggul laut raksasa yang terintegrasi dengan jalur tol bukan hanya simbol kemajuan infrastruktur, tetapi juga tonggak komitmen Indonesia dalam menghadapi tantangan iklim dan risiko pesisir secara terencana dan berkelanjutan. (*/rls)
[edRW]