Oleh: Maria Tebai*
Pemerintah kembali menunjukkan komitmennya yang kuat dalam menjaga kedaulatan dan keamanan di Papua. Di tengah kompleksitas tantangan wilayah, upaya tegas terhadap kelompok separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM) menjadi langkah penting dalam melindungi masyarakat sipil dari ancaman kekerasan. Kabar terbaru yang menyebutkan semakin masifnya perekrutan anak-anak muda oleh OPM adalah sinyal serius bahwa kelompok ini terus berupaya menanamkan ideologi separatisme yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kebangsaan maupun kearifan lokal Papua.
Kepala Operasi Damai Cartenz 2025, Brigjen Pol Faizal Ramadhani, mengungkapkan bahwa perekrutan generasi muda oleh OPM tidak hanya terjadi secara cepat, tetapi juga berlangsung secara sistematis di lima kabupaten dengan tingkat ancaman tertinggi. Perubahan karakteristik anggota OPM generasi baru juga menjadi perhatian. Jika sebelumnya kelompok ini masih mempertimbangkan suara tokoh adat dan agama, kini mereka cenderung ekstrem dan mengabaikan nilai-nilai lokal. Ini adalah bentuk nyata dari radikalisasi ideologi yang membahayakan masa depan Papua sebagai bagian integral dari Indonesia.
Mencermati kondisi tersebut, apresiasi tinggi patut diberikan kepada pemerintah dan aparat keamanan, yang bekerja tanpa kenal lelah menghadapi tantangan di lapangan. Keberhasilan operasi tidak hanya soal menangkap pelaku atau menyita senjata, tetapi juga soal menjaga ruang hidup masyarakat dari ketakutan dan kekacauan. Dalam konteks ini, pendekatan keamanan yang dilakukan tetap mengedepankan prinsip hukum dan profesionalisme, sejalan dengan upaya menjaga martabat warga sipil.
Ancaman OPM tak berhenti pada aspek ideologi dan kekerasan bersenjata. Fakta bahwa kelompok ini memanfaatkan dana desa—yang sejatinya ditujukan untuk pembangunan dan kesejahteraan masyarakat—merupakan bentuk nyata dari kriminalitas yang merugikan rakyat. Pemerasan terhadap kepala desa untuk membiayai pembelian senjata menunjukkan bagaimana kelompok separatis ini merusak sistem dari dalam. Aparat keamanan telah berhasil menindak sejumlah kepala desa dan kepala distrik yang terbukti memberikan dana kepada OPM, sebuah langkah hukum yang menunjukkan bahwa negara hadir untuk menertibkan dan menjaga tata kelola pemerintahan desa tetap bersih dari intervensi kekerasan.
Sumber pasokan senjata yang masuk dari luar negeri seperti Papua Nugini dan Filipina, serta dari dalam negeri melalui jaringan ilegal, memperlihatkan bahwa OPM memiliki jejaring yang luas dan berbahaya. Dalam merespons hal ini, kepolisian dengan sigap menggelar operasi lintas wilayah, bahkan hingga ke Sulawesi Utara, untuk membongkar jalur-jalur penyelundupan senjata. Penangkapan mantan anggota TNI dan oknum Polri yang terlibat menjadi bukti bahwa pemerintah tidak pandang bulu dalam penegakan hukum. Setiap individu yang mengancam stabilitas nasional akan diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Namun di balik segala ancaman, suara damai dari masyarakat Papua sendiri terus menguat. Tokoh pembela HAM Papua, Theo Hesegem, dengan lantang menyuarakan penolakan terhadap kehadiran kelompok bersenjata OPM di Distrik Ukha dan Tangma, Kabupaten Yahukimo. Menurutnya, masyarakat ingin hidup aman, bisa beraktivitas tanpa rasa takut, serta mendukung pembangunan di bidang ekonomi, pendidikan, dan kesehatan. Seruan ini menjadi penegasan bahwa sebagian besar masyarakat Papua mencintai perdamaian dan tidak ingin dikorbankan oleh kepentingan politik separatis.
Langkah-langkah yang dilakukan pemerintah saat ini, mulai dari operasi keamanan hingga pemberdayaan masyarakat, pantas mendapatkan apresiasi luas. Pendekatan keamanan kini tidak hanya fokus pada penindakan, tetapi juga pada penguatan intelijen, kerja sama dengan tokoh adat, serta pemanfaatan teknologi dalam memantau pergerakan kelompok separatis. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah semakin adaptif dan terukur dalam menghadapi ancaman, tanpa mengorbankan prinsip-prinsip hak asasi manusia.
Ke depan, kesinambungan operasi dan program pembangunan harus terus dijaga. Papua adalah wilayah yang kaya potensi dan berperan penting dalam peta strategis Indonesia. Mewujudkan Papua yang aman dan sejahtera tidak bisa dicapai hanya dengan operasi militer, tetapi melalui sinergi antara pendekatan keamanan, pendidikan, ekonomi, dan budaya. Pemerintah telah menempuh jalan yang tepat dengan mendorong program-program afirmatif, mempercepat pembangunan infrastruktur, dan mengedepankan pendekatan humanis di wilayah rawan konflik.
Kehadiran aparat keamanan di Papua bukan untuk menekan, tetapi untuk melindungi. Mereka hadir sebagai penjaga perdamaian, pelindung masyarakat, dan penegak keadilan. Ketika kelompok seperti OPM melakukan kekerasan terhadap warga sipil, membakar sekolah, puskesmas, dan rumah ibadah, maka sudah sepatutnya negara merespons dengan ketegasan. Papua harus terbebas dari bayang-bayang teror agar setiap anak Papua bisa belajar, setiap ibu bisa mengakses layanan kesehatan, dan setiap warga bisa bekerja dengan rasa aman.
Dengan kerja keras dan komitmen yang kuat, cita-cita Papua yang damai dan maju bukanlah utopia. Keberhasilan penegakan hukum terhadap OPM, ditambah dukungan penuh dari masyarakat lokal dan tokoh adat, menjadi landasan kuat untuk melanjutkan pembangunan di Bumi Cenderawasih. Negara tidak akan pernah lelah menjaga Papua. Ini adalah tanah air yang sah, bagian tak terpisahkan dari Indonesia, dan pantas mendapatkan kedamaian seperti wilayah lain di nusantara.
*Penulis merupakan Aktivis Muda Papua