Komoditas Indonesia Diyakini Tetap Bersaing di Tengah Dinamika Tarif Impor Trump

oleh -20 Dilihat
oleh
banner 468x60

Oleh : Ricky Rinaldi

Gelombang proteksionisme kembali menerpa perdagangan global. Presiden Amerika Serikat, Donald Trump mengumumkan penerapan tarif impor sebesar 19 persen terhadap produk asal Indonesia. Dalam pidatonya, ia menjelaskan bahwa kebijakan ini merupakan bagian dari kesepakatan dagang yang lebih luas, termasuk pembelian energi, pertanian, dan pesawat Boeing oleh Indonesia.

banner 336x280

Langkah ini merupakan penurunan dari ancaman sebelumnya yang sempat mencapai 32 persen. Menurut laporan Indonesia Business Post, kesepakatan tersebut mencakup pembelian energi senilai USD 15 miliar, produk pertanian senilai USD 4,5 miliar, serta 50 unit pesawat Boeing.

Pemerintah Indonesia pun segera merespons perkembangan ini. Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso menyampaikan bahwa kedua negara sedang menyiapkan pernyataan bersama yang akan menjelaskan secara rinci mengenai produk yang terdampak, hambatan non-tarif yang dihapus, serta ketentuan teknis perdagangan yang disepakati. Ia juga menyatakan bahwa pemerintah akan segera mengumumkan informasi tersebut kepada publik setelah dokumen final tersedia.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa tarif baru tersebut bisa mulai berlaku lebih awal dari tenggat 1 Agustus 2025, tergantung pada proses penyelesaian dokumen bilateral. Hal ini menunjukkan bahwa negosiasi Indonesia dengan Amerika Serikat masih bersifat dinamis.

Dalam negosiasi lanjutan, pemerintah Indonesia juga sedang berupaya agar sejumlah komoditas unggulan—seperti minyak sawit, kopi, karet, nikel, dan produk perikanan—dapat dikecualikan dari penerapan tarif. Komoditas-komoditas tersebut merupakan bagian penting dari struktur ekspor Indonesia dan menjadi sumber penghidupan bagi jutaan masyarakat di sektor pertanian dan kelautan.

Meskipun tarif 19 persen memberikan tekanan pada daya saing produk Indonesia di pasar Amerika, sejumlah pengamat menilai bahwa ini juga bisa menjadi momentum untuk memperbaiki fondasi perdagangan nasional. Harga produk yang naik akibat tarif memang dapat mengurangi minat konsumen AS, namun Indonesia dinilai memiliki kekuatan dalam kualitas, ketahanan rantai pasok, dan keberlanjutan sumber daya.

Pengamat Perdagangan Internasional dari INDEF, Dr. Fithra Faisal Hastiadi berpendapat bahwa Indonesia tidak perlu bereaksi secara berlebihan terhadap kebijakan ini. Ia menekankan bahwa meskipun pasar AS penting, Indonesia memiliki banyak mitra dagang lain yang potensial, termasuk kawasan Asia, Timur Tengah, dan Afrika. Ia juga menilai bahwa diversifikasi pasar dan penguatan kualitas produk ekspor merupakan langkah strategis yang perlu segera diperkuat.

Sektor-sektor seperti tekstil, alas kaki, dan elektronik, yang selama ini menjadi tulang punggung ekspor manufaktur Indonesia ke Amerika Serikat, diperkirakan akan terdampak langsung oleh kebijakan tarif tersebut. Namun, laporan dari Financial Times menunjukkan bahwa Indonesia juga memperoleh keuntungan melalui penghapusan berbagai hambatan non-tarif oleh AS, seperti pelonggaran aturan konten lokal dan inspeksi teknis.

Kesepakatan ini pun membuka akses lebih luas bagi produk Amerika ke pasar Indonesia. Berdasarkan informasi dari White House Fact Sheet, I Indonesia membuka hampir seluruh produk AS demi menciptakan perdagangan yang lebih seimbang, sembari tetap melindungi kepentingan pelaku industri nasional.

Dalam konteks kekuatan nasional, Indonesia tetap memiliki posisi strategis. Sebagai penghasil komoditas penting dunia seperti nikel untuk baterai kendaraan listrik dan sawit untuk bahan bakar terbarukan, Indonesia memiliki daya tawar tinggi. Upaya hilirisasi yang tengah digalakkan pemerintah juga dianggap dapat memperkuat posisi tawar dengan meningkatkan nilai tambah produk ekspor.

Menanggapi hal ini, Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan menilai bahwa kebijakan tarif baru dari Amerika Serikat tidak akan menggoyahkan arah ekspor Indonesia. Ia menyatakan bahwa pemerintah justru melihat kebijakan ini sebagai momentum untuk memperbaiki struktur ekspor nasional, memperluas jangkauan pasar, dan meningkatkan efisiensi industri dalam negeri.

Dengan respons cepat dari pemerintah, kerja diplomasi yang aktif, dan kesiapan sektor industri, Indonesia diyakini tetap mampu bersaing dan bertahan di tengah dinamika kebijakan global. Tantangan seperti tarif 19 persen ini juga menjadi pengingat penting bahwa ketergantungan pada satu pasar harus dikurangi, dan bahwa ketahanan serta daya saing dalam negeri harus terus diperkuat untuk menghadapi era perdagangan yang semakin tidak pasti.

Di luar aspek perdagangan, kebijakan ini juga memberi sinyal penting bagi posisi tawar Indonesia dalam arena diplomasi ekonomi global. Dengan semakin berani mengambil langkah negosiasi timbal balik, Indonesia menunjukkan bahwa kepentingan nasional tetap dijaga, bahkan dalam situasi asimetris seperti relasi dagang dengan negara adidaya.

Ke depan, pemerintah juga perlu mempercepat penguatan sektor manufaktur berbasis ekspor serta memperluas akses pasar melalui perjanjian dagang regional dan bilateral lainnya. Langkah-langkah ini akan memperkuat pondasi ekonomi nasional sekaligus melindungi pelaku usaha domestik dari ketidakpastian kebijakan luar negeri negara mitra.

*)Pengamat Isu Strategis

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.