Jaga Nasionalisme di Momentum Bulan Kemerdekaan dari Gelombang Budaya Pop Bendera Bajak Laut

oleh -2 Dilihat
oleh
banner 468x60

Oleh : Aksara Dwi Wijayanto*)

Momentum bulan kemerdekaan selalu menjadi waktu yang istimewa bagi bangsa Indonesia untuk meneguhkan kembali semangat nasionalisme. Namun tahun ini, di tengah semarak perayaan HUT ke-80 Republik Indonesia, muncul fenomena yang cukup menyita perhatian publik, yakni pengibaran bendera bajak laut dari serial anime One Piece. Fenomena ini tidak sekadar menyinggung soal budaya populer, melainkan juga tentang bagaimana masyarakat memaknai simbol kebangsaan di era keterbukaan informasi. Di tengah perdebatan publik, para pejabat negara memberikan pandangan yang menegaskan pentingnya menjaga marwah Merah Putih sebagai identitas bangsa.

banner 336x280

Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR RI), Ahmad Muzani, menyampaikan bahwa masyarakat tidak perlu terlalu gusar menghadapi fenomena tersebut. Menurutnya, bendera bajak laut dari One Piece hanyalah simbol ekspresi yang muncul dalam dinamika masyarakat modern. Pihaknya meyakini bahwa hati rakyat Indonesia tetap Merah Putih, sehingga kecintaan terhadap bangsa dan negara tidak akan tergoyahkan hanya karena pengaruh budaya pop.

Pernyataan ini sejalan dengan realitas di lapangan, di mana masyarakat tetap berbondong-bondong mengibarkan Merah Putih di depan rumah, sekolah, kantor, maupun ruang publik lainnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa pengaruh budaya pop memang bisa masuk, tetapi tidak akan mengalahkan simbol nasional yang telah berakar kuat dalam sejarah bangsa. Kehadiran Merah Putih yang mendominasi ruang publik setiap Bulan Kemerdekaan adalah bukti nyata bahwa rasa nasionalisme masih menjadi arus utama dalam kehidupan berbangsa.

Sementara itu, Menteri Hak Asasi Manusia (HAM), Natalius Pigai, menegaskan bahwa negara memiliki kewajiban untuk melindungi simbol-simbol kebangsaan. Ia menilai, pengibaran bendera selain Merah Putih dalam peringatan kemerdekaan dapat menimbulkan salah tafsir dan mengaburkan identitas nasional. Oleh karena itu, pemerintah berhak mengingatkan masyarakat agar tidak menyamakan ikon budaya pop dengan simbol negara, apalagi di momen penting seperti Bulan Kemerdekaan.

Hal ini mencerminkan ketegasan negara dalam menjaga wibawa simbol kenegaraan. Di era keterbukaan informasi, batas antara ekspresi budaya dan penghormatan terhadap simbol negara memang menjadi semakin tipis. Namun, sikap tegas pemerintah diperlukan agar tidak terjadi pelemahan makna nasionalisme di tengah masyarakat. Penegasan bahwa hanya Merah Putih yang sah sebagai bendera negara adalah pengingat sekaligus edukasi, bahwa kebebasan berekspresi tidak boleh mengaburkan makna perjuangan dan identitas bangsa yang telah diperjuangkan dengan darah dan air mata.

Di sisi lain, Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, mengimbau masyarakat untuk lebih bijaksana dalam mengekspresikan diri di tengah perayaan kemerdekaan. Ia mengingatkan agar perayaan Bulan Kemerdekaan tetap difokuskan pada pengibaran Merah Putih dan kegiatan yang memperkokoh semangat kebangsaan. Menurutnya, menonjolkan simbol budaya populer justru dapat menimbulkan kegaduhan dan mengaburkan makna peringatan hari bersejarah bangsa.

Ajakan tersebut menunjukkan bahwa pemerintah tidak menolak kreativitas masyarakat, tetapi mengarahkan agar kreativitas itu tetap berpijak pada penghormatan terhadap simbol nasional. Budaya populer memang tidak bisa dihindari di era globalisasi, namun dengan arahan yang tepat, ekspresi itu bisa dikolaborasikan dengan semangat kebangsaan. Misalnya, dengan menggelar lomba seni, kreasi digital, atau parade budaya yang mengedepankan Merah Putih, masyarakat dapat menyalurkan daya cipta tanpa harus mengorbankan identitas nasional.

Terlihat jelas bahwa ada garis merah yang sama dari pernyataan-pernyataan diatas, Merah Putih adalah simbol persatuan yang tidak tergantikan. Fenomena bendera bajak laut dari One Piece seharusnya menjadi cermin bahwa masyarakat Indonesia membutuhkan ruang ekspresi yang sehat, tetapi juga tetap memerlukan arahan agar tidak melupakan akar sejarah. Momentum Bulan Kemerdekaan harus dijadikan ruang bersama untuk menyatukan kreativitas modern dengan nilai kebangsaan, sehingga keduanya saling menguatkan, bukan melemahkan. Dengan begitu, perayaan kemerdekaan tidak hanya bernuansa seremonial, tetapi juga menjadi momentum pendidikan karakter dan penguatan identitas bangsa.

Di tengah dinamika zaman, tantangan nasionalisme bukan hanya datang dari ancaman luar, tetapi juga dari dalam negeri berupa lunturnya rasa memiliki akibat arus budaya global yang serba cepat. Oleh karena itu, diperlukan sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan generasi muda untuk menjaga keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan penghormatan terhadap simbol negara. Dengan sinergi itu, nasionalisme tidak lagi dipandang sebagai beban, melainkan sebagai energi kolektif yang memperkuat Indonesia di tengah persaingan global.

Oleh karena itu, mari kita jadikan bulan kemerdekaan tahun ini sebagai momen memperkuat rasa cinta tanah air. Mengibarkan Merah Putih dengan bangga, terlibat dalam kegiatan positif seperti bakti sosial, gotong royong, atau lomba khas kemerdekaan, adalah cara sederhana namun bermakna untuk menjaga persatuan. Semangat nasionalisme bukan hanya milik masa lalu, melainkan juga energi masa kini dan masa depan. Dengan kebersamaan, kreativitas, dan rasa hormat terhadap simbol bangsa, kita dapat memastikan bahwa Indonesia tetap kokoh berdiri sebagai rumah besar bagi semua anak bangsa.

)* Penulis merupakan Pengamat Sosial

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.