Aksi Massa 28 Agustus Dinilai Tak Relevan, Dialog Jadi Jalan Lebih Bijak

oleh -2 Dilihat
oleh
banner 468x60

Oleh : Garvin Reviano )*

Aksi unjuk rasa yang rencananya digelar pada 28 Agustus belakangan ini menjadi perhatian publik. Namun jika dicermati secara bijak, aksi tersebut dinilai tidak relevan dengan situasi bangsa yang saat ini sedang berfokus pada pembangunan, stabilitas, dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Aspirasi dan kritik memang merupakan bagian sah dari demokrasi, tetapi dalam konteks saat ini, justru dialog dan musyawarah menjadi jalan yang lebih elegan, konstruktif, dan mampu menghasilkan solusi nyata. Pemerintah telah membuka ruang komunikasi seluas-luasnya kepada masyarakat, sehingga kanal penyampaian aspirasi tidak harus selalu melalui demonstrasi yang berpotensi menimbulkan gesekan sosial maupun hambatan terhadap aktivitas publik.

banner 336x280

Dalam sistem demokrasi yang sehat, kebebasan berekspresi sangat dijunjung tinggi. Namun, kebebasan tersebut juga seharusnya dilandasi dengan tanggung jawab moral untuk menjaga ketertiban umum dan stabilitas nasional. Aksi unjuk rasa kerap kali disusupi kepentingan yang tidak sejalan dengan aspirasi murni masyarakat, bahkan bisa memicu polarisasi yang justru merugikan. Padahal, bangsa Indonesia saat ini sedang menghadapi tantangan global yang menuntut konsolidasi dan persatuan. Oleh karena itu, jalur dialog dan komunikasi yang terbuka akan jauh lebih efektif untuk mempertemukan gagasan, mengurai masalah, dan menemukan solusi yang dapat diterima semua pihak.

Ketua DPR RI, Puan Maharani mengatakan pihaknya mempersilakan masyarakat menyampaikan aspirasi langsung ke Gedung DPR RI. DPR memiliki Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) untuk menampung langsung keluhan rakyat, sehingga DPR siap berdiskusi secara terbuka dengan masyarakat terkait tuntutan yang masih menjadi pertanyaan publik.

Sejarah bangsa kita telah membuktikan bahwa musyawarah selalu menjadi kearifan lokal yang mampu menjaga keutuhan. Dari tingkat desa hingga nasional, dialog dan mufakat menjadi bagian dari budaya politik Indonesia yang berlandaskan nilai Pancasila. Ketika ada perbedaan pendapat, masyarakat kita terbiasa untuk duduk bersama, mendengar satu sama lain, dan mencari titik temu yang terbaik. Nilai inilah yang mestinya dihidupkan kembali dalam menyikapi berbagai permasalahan bangsa.

Selain itu, aksi unjuk rasa di era digital saat ini juga tidak lagi menjadi satu-satunya sarana efektif untuk menyampaikan aspirasi. Masyarakat memiliki berbagai kanal komunikasi, mulai dari media sosial, forum publik, hingga audiensi resmi dengan lembaga negara. Pemerintah pun kini semakin responsif terhadap suara rakyat, dengan menyediakan mekanisme pengaduan, konsultasi publik, serta forum partisipasi masyarakat dalam perumusan kebijakan. Dengan begitu, demonstrasi yang berpotensi menimbulkan gangguan ketertiban publik seharusnya bisa diminimalisasi.

Sementara itu, Anggota Komisi I DPR RI, Nurul Arifin mengatakan pihaknya meminta massa aksi yang berdemo tidak destruktif atau merusak. Nurul meminta para pendemo untuk bisa menggelar aksinya dengan kondusif. Pihaknya juga akan mendengarkan aspirasi masyarakat dan suara rakyat akan diperjuangkan.

Penting juga disadari bahwa kondisi bangsa saat ini sedang bergerak menuju fase pembangunan besar-besaran di bawah kepemimpinan baru. Fokus pemerintah tengah diarahkan pada transformasi ekonomi, peningkatan investasi, hilirisasi industri, ketahanan pangan, serta penguatan infrastruktur. Semua program itu membutuhkan stabilitas politik dan sosial. Jika situasi dalam negeri tidak kondusif akibat aksi demonstrasi yang masif, maka konsentrasi pemerintah bisa terganggu, bahkan potensi investor pun akan menurun karena faktor ketidakpastian.

Bukan berarti kritik tidak boleh disampaikan, kritik tetap penting sebagai penyeimbang jalannya pemerintahan. Namun, kritik yang sehat seharusnya disampaikan dengan cara yang membangun, berbasis data, serta ditujukan untuk mencari solusi, bukan sekadar menyalurkan emosi. Kritik yang dikemas melalui dialog akan lebih mudah diterima, bahkan bisa menjadi masukan berharga dalam pengambilan keputusan. Dengan demikian, jalan dialog bukan hanya lebih bijak, tetapi juga lebih produktif dalam mewujudkan perbaikan.

Generasi muda sebagai motor perubahan pun sebaiknya menjadi teladan dalam menyuarakan aspirasi dengan cara-cara yang cerdas, damai, dan berorientasi solusi. Dunia modern menuntut cara berpikir kritis sekaligus kreatif. Daripada menghabiskan energi di jalanan, mahasiswa dan pemuda bisa mengoptimalkan ruang-ruang diskusi, forum akademis, atau riset yang kemudian disampaikan kepada pemerintah sebagai rekomendasi kebijakan. Dengan cara ini, suara generasi muda justru memiliki nilai tambah yang lebih kuat dan nyata dalam proses pembangunan bangsa.

Kita semua menyadari bahwa tantangan bangsa ke depan tidak ringan. Persaingan global, perkembangan teknologi, serta dinamika geopolitik membutuhkan kesatuan langkah seluruh elemen masyarakat. Dalam situasi demikian, unjuk rasa yang berpotensi memperuncing perbedaan tidak lagi relevan. Yang lebih penting adalah membangun komunikasi yang intensif, memperkuat solidaritas sosial, dan menumbuhkan rasa memiliki terhadap agenda besar bangsa.

Dengan demikian, pilihan untuk lebih mengutamakan dialog dibandingkan unjuk rasa adalah wujud kedewasaan demokrasi. Ini menunjukkan bahwa bangsa Indonesia mampu menjaga stabilitas sekaligus terus bergerak maju. Pemerintah, masyarakat sipil, akademisi, hingga media, semuanya memiliki peran dalam menciptakan ruang dialog yang sehat. Melalui dialog, kita tidak hanya menemukan solusi bersama, tetapi juga memperkuat rasa persaudaraan. Dan pada akhirnya, itulah modal utama bagi Indonesia untuk melangkah menuju masa depan yang lebih baik, adil, sejahtera, dan bermartabat.

)* Penulis adalah Pengamat Politik

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.