Pemerintah Akselerasi Wujudkan Tiga Juta Rumah Subsidi, Bukti Negara Hadir untuk Rakyat

oleh -1 Dilihat
oleh
banner 468x60

Oleh : Ricky Rinaldi

Pemerintah Indonesia terus menunjukkan komitmennya dalam memenuhi kebutuhan dasar masyarakat melalui percepatan program tiga juta rumah subsidi. Di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, negara hadir bukan sekadar dengan janji, tetapi dengan kebijakan konkret yang langsung menyentuh kehidupan rakyat kecil. Program penyediaan rumah subsidi menjadi bagian strategis dari agenda pembangunan nasional, yang tidak hanya menyasar angka, tetapi juga menjamin kualitas hunian yang layak, aman, dan terjangkau.

banner 336x280

Presiden Prabowo baru-baru ini menegaskan kembali arah kebijakan tersebut. Ia menyampaikan bahwa pemerintah telah menyiapkan pembangunan 350.000 unit rumah subsidi pada tahun 2025 melalui skema Kredit Pemilikan Rumah (KPR) FLPP. Ia juga menyoroti pentingnya menjaga kualitas bangunan agar masyarakat mendapatkan rumah yang layak huni, karena menurutnya subsidi tidak boleh menjadi alasan untuk menurunkan mutu. Presiden berharap program ini tidak hanya memenuhi kuantitas, tetapi juga menjadi solusi jangka panjang terhadap kebutuhan papan rakyat.

Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), sebagai ujung tombak program ini, turut mengawal penuh arahan tersebut. Menteri PKP Maruarar Sirait, yang baru-baru ini memberikan keterangan kepada media, menyatakan bahwa angka 350.000 unit rumah subsidi yang ditargetkan tahun ini merupakan capaian tertinggi dalam sejarah program FLPP. Ia menilai hal ini sebagai bukti bahwa pemerintah benar-benar berpihak kepada rakyat kecil, dan bahwa program ini merupakan kerja nyata, bukan sekadar retorika. Ia juga mengusulkan agar target pembangunan pada tahun 2026 ditingkatkan menjadi 500.000 unit, disertai dengan program renovasi dua juta rumah tidak layak huni, sebagai bentuk perluasan cakupan kebijakan.

Dalam pelaksanaannya, pemerintah mengandalkan kolaborasi lintas sektor. Selain mengalokasikan dana dari APBN, pembiayaan rumah subsidi dilakukan melalui skema FLPP dengan porsi 50:50 antara pemerintah dan sektor perbankan. Perbankan nasional seperti BTN, BSI, dan BRI terlibat aktif dalam menyalurkan KPR bersubsidi dengan bunga tetap lima persen dan tenor hingga dua puluh tahun. Direktur Utama Bank BTN, Nixon LP Napitupulu, dalam pernyataan sebelumnya menjelaskan bahwa lembaganya berkomitmen memperluas akses pembiayaan agar semakin banyak masyarakat, termasuk pekerja informal, dapat memiliki rumah.

Pemerintah daerah juga diberdayakan untuk mendukung kebijakan ini, terutama dalam hal pembebasan retribusi dan pajak daerah. Hingga pertengahan tahun 2025, lebih dari 490 pemda telah mengeluarkan regulasi insentif, termasuk pembebasan BPHTB dan retribusi IMB. Menteri Dalam Negeri menekankan pentingnya dukungan kepala daerah terhadap program nasional ini, karena menyangkut langsung kebutuhan masyarakat dan pemerataan pembangunan antarwilayah. Dukungan pemda dinilai krusial agar target yang dicanangkan pemerintah pusat bisa tercapai secara menyeluruh.

Meski demikian, tantangan dalam pelaksanaan program tetap ada. Salah satu kendala utama adalah keterbatasan lahan, terutama di kawasan perkotaan. Pemerintah memperkirakan dibutuhkan hingga 27.000 hektare lahan baru untuk menampung pembangunan rumah tapak dalam skala besar. Untuk mengatasi hal ini, strategi hunian vertikal mulai diterapkan di kota-kota besar. Pemerintah juga membuka peluang kerja sama dengan investor luar negeri dalam pembangunan rumah susun terjangkau, seperti yang sedang dijajaki dengan mitra dari Timur Tengah.

Dari sisi pengawasan, pemerintah melibatkan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk memantau penggunaan anggaran dan memastikan kualitas bangunan sesuai standar. Langkah ini dilakukan guna mencegah terjadinya penyimpangan dan memastikan program rumah subsidi berjalan tepat sasaran. Pemerintah tidak ingin pembangunan dalam jumlah besar justru mengorbankan mutu atau disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Pengawasan yang ketat menjadi bagian tak terpisahkan dari upaya menjaga integritas program ini.

Program rumah subsidi ini tidak hanya berdampak pada penyediaan tempat tinggal, tetapi juga menggerakkan roda ekonomi. Pembangunan ratusan ribu rumah per tahun diperkirakan menciptakan jutaan lapangan kerja langsung dan tidak langsung di sektor konstruksi, distribusi bahan bangunan, hingga jasa keuangan. Selain itu, sektor properti yang selama ini menjadi andalan pertumbuhan ekonomi nasional turut terdorong, menciptakan efek domino yang luas hingga ke sektor UMKM dan industri pendukung lainnya. Program ini secara tidak langsung menjadi stimulus pertumbuhan ekonomi daerah dan nasional.

Selain itu, program ini juga membantu mengatasi backlog perumahan nasional yang masih tinggi. Dengan jumlah kekurangan hunian yang mencapai sekitar 12 juta unit, pembangunan tiga juta rumah dalam waktu cepat menjadi langkah penting dan terukur dalam menekan angka tersebut. Di sisi lain, dengan kualitas rumah yang terus ditingkatkan serta lokasi yang terintegrasi dengan akses transportasi dan fasilitas umum, hunian subsidi diharapkan tidak hanya menjadi tempat tinggal, tetapi juga menjadi pusat pertumbuhan komunitas yang sehat dan produktif.

Dengan segala langkah konkret ini, program tiga juta rumah subsidi menjadi wujud nyata dari kehadiran negara dalam menjawab kebutuhan mendasar rakyat. Kebijakan ini bukan hanya soal angka, tapi soal martabat. Di tengah tantangan global dan tekanan ekonomi, negara tidak tinggal diam. Sebaliknya, pemerintah menunjukkan bahwa keberpihakan kepada rakyat kecil adalah prinsip utama yang terus dijaga. Melalui kolaborasi lintas sektor, transparansi, dan kepemimpinan yang berorientasi pada rakyat, pemerintah optimistis program ini akan menjadi salah satu fondasi penting dalam mewujudkan Indonesia yang sejahtera, merata, dan berkeadilan sosial.

*)Pengamat Isu Strategis

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.