Pajak Daerah Adalah Kewenangan Pemda

oleh -2 Dilihat
oleh
banner 468x60

Jakarta – Pemerintah Pusat menegaskan tidak terlibat dalam kebijakan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) yang belakangan menuai sorotan publik. Lonjakan tarif pajak di sejumlah daerah disebut sebagai keputusan murni pemerintah daerah dan DPRD setempat melalui Peraturan Daerah (Perda).

Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (Presidential Communication Office/PCO) Hasan Nasbi mengatakan tudingan bahwa kenaikan PBB-P2 merupakan dampak dari kebijakan efisiensi pemerintah pusat adalah pandangan yang terburu-buru.

banner 336x280

“Kalau mengenai tuduhan bahwa hal-hal yang dilakukan oleh beberapa pemerintah daerah ini terkait dengan kebijakan efisiensi, kami menganggap ini sebuah tanggapan yang prematur,” kata Hasan.

Hasan mencontohkan kasus di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, yang mencatat kenaikan PBB-P2 hingga beberapa kali lipat. Ia menegaskan, fenomena itu merupakan bagian dari dinamika lokal, hasil keputusan kepala daerah bersama DPRD.

“Kalau ada kejadian spesifik, seperti di Kabupaten Pati, ini adalah murni dinamika lokal,” ujarnya.

Menteri Sekretaris Negara sekaligus Juru Bicara Presiden RI, Prasetyo Hadi, juga membantah bahwa maraknya kebijakan kenaikan pajak daerah berkaitan dengan berkurangnya transfer dana dari pemerintah pusat. Menurut dia, setiap daerah memiliki pertimbangan sendiri sebelum menetapkan tarif pajak.

“Tidak ada penyebabnya karena itu, bukan ya (kurang anggaran dari pusat). Itu memang kebijakan-kebijakan setiap pemerintah daerah, dan memang berbeda-beda antara satu kabupaten dengan kabupaten yang lainnya,” kata Prasetyo.

Prasetyo menjelaskan, penyesuaian tarif PBB-P2 biasanya didasari evaluasi kondisi ekonomi dan kebutuhan pendapatan daerah.

“Kalaupun ada rencana atau kebijakan penaikan PBB itu di daerah masing-masing,” katanya menegaskan.

Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian bahkan turun tangan langsung menyikapi lonjakan PBB-P2 di Kabupaten Pati yang mencapai 250 persen. Ia mengaku telah menghubungi Bupati Pati Sudewo dan Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi untuk meminta klarifikasi.

“Saya langsung telepon Pak Bupati Pati, Pak Gubernur Jawa Tengah. Saya tanyakan kenapa mekanismenya seperti itu,” kata Tito.

Tito menjelaskan, perda yang mengatur PBB-P2 biasanya bersifat umum, sementara penentuan nilai jual objek pajak (NJOP) dan tarif spesifik menjadi kewenangan bupati atau wali kota. Proses ini dilakukan dengan konsultasi ke gubernur, bukan ke Kementerian Dalam Negeri.

“Yang me-review adalah gubernur. Makanya, tidak sampai ke saya, tapi ke gubernur,” ujar mantan Kapolri itu.

Kemendagri kini meneliti kebijakan di Pati untuk memastikan kenaikan tersebut tidak membebani masyarakat. Tito menekankan bahwa otonomi daerah bukan berarti kepala daerah bebas menetapkan pajak tanpa mempertimbangkan kemampuan bayar warga.

Kenaikan PBB-P2 di sejumlah wilayah akhir-akhir ini memicu perdebatan lebih luas. Di satu sisi, daerah memerlukan sumber pendapatan untuk membiayai pembangunan dan layanan publik. Masyarakat pun berharap kebijakan pajak tetap sejalan dengan daya beli.

Pemerintah pusat berjanji akan terus menghormati kewenangan daerah dalam mengelola fiskalnya. Namun, mekanisme pengawasan akan diperkuat untuk memastikan kebijakan pajak yang diambil tetap adil, proporsional, dan tidak mengorbankan kesejahteraan masyarakat.

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.