Oleh : Andika )*
Radikalisme dan paham khilafah merupakan dua hal yang patut diwaspadai di tengah masyarakat Indonesia. Keduanya berpotensi menjadi ancaman serius bagi keharmonisan bangsa, yang selama ini dikenal menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi dan pluralisme. Hal ini telah menjadi isu sensitif yang mempengaruhi stabilitas sosial dan keamanan di berbagai negara, termasuk Indonesia. Keduanya memiliki potensi untuk merusak kerukunan dan pluralisme yang telah dibangun selama ini.
Radikalisme sering kali termanifestasi dalam bentuk pemahaman yang ekstrem terhadap agama atau ideologi tertentu. Hal ini dapat mengarah pada tindakan kekerasan dan intoleransi terhadap kelompok-kelompok yang berbeda pandangan. Paham khilafah, sebagai contoh, muncul dengan klaim untuk mendirikan pemerintahan berbasis hukum Islam secara eksklusif, seringkali tanpa mengakomodasi pluralisme dan kebebasan beragama.
Di Indonesia, negara dengan keberagaman etnis, agama, dan budaya yang kaya, paham-paham ini menjadi tantangan serius. Keberagaman ini seharusnya menjadi kekuatan, bukan celah untuk disusupi dengan ideologi yang memecah belah. Oleh karena itu, masyarakat perlu meningkatkan kesadaran akan bahaya radikalisme dan paham khilafah, serta berperan aktif dalam mencegah penyebarannya.
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) meminta masyarakat waspada dengan pergerakan para mantan anggota Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Direktur Deradikalisasi BNPT, Brigjen Ahmad Nurwakhid mengatakan masyarakat perlu mewaspadai gerakan yang dapat membangkitkan kembali sel-sel HTI. HTI memiliki strategi dan pola pendekatan dengan metode tertentu khususnya kepada kelompok anak muda.
Sejak resmi dibubarkan pada tahun 2017 oleh pemerintah, tidak serta merta seluruh organisasi ataupun simpatisan HTI menjadi hilang. Ia menyebut kelompok tersebut masih kerap melakukan pergerakan secara senyap dengan cara mengganti nama organisasi. Pembubaran HTI sebenarnya bukan solusi tuntas, selama ideologinya tidak bisa dilarang, organisasi ini bisa berkamuflase dalam bentuk gerakan, narasi dan organisasi non formal.
Pemerintah juga memiliki peran penting dalam menanggapi tantangan ini. Langkah-langkah preventif, seperti pendidikan yang inklusif dan edukasi keagamaan yang seimbang, dapat mengurangi daya tarik paham-paham radikal. Selain itu, penegakan hukum yang tegas terhadap gerakan-gerakan radikal juga penting untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.
Maraknya aksi dari kelompok yang bersebrangan dengan pemerintah dibalut dengan tema keagamaan serta dimanfaatkan oleh kelompok kepentingan. Masyarakat juga perlu membentengi aksi-aksi tersebut agar tidak mudah terpengaruh dengan ajakannya. Salah satu daerah yang kuat membentengi yaitu yogyakarta, Aliansi Masyarakat Muda Anti Radikalisme (AMMAR) menggelar aksi damai di Tugu Yogyakarta dengan pembentangan spanduk dan pembacaan sikap.
Ketua AMMAR, Anggit mengatakan pihaknya menggelar aksi damai atas dasar keprihatinan dengan elihat situasi belakangan ini yang sering terjadi. Banyak kegiatan yang dibungkus dengan keagamaan namun pada intinya bertujuan untuk memecah belah masyarakat, umat Islam dan merusak budaya serta dasar-dasar negara kita Pancasila.
Aksi radikalisme maupun penyebaran paham khilafah merupakan gerakan ideologi keagamaan yang dipahami sebagai konsep kenegaraan namun berdasarkan syariat Islam dan Khalifah sebagai pemimpinnya. Sistem khilafah mengklaim bukan sistem demokrasi. Para pendukung kelompok ini cenderung bersifat puritan, merasa benar sendiri dan menyalahkan orang lain, sehingga berpotensi mengganggu dan bahkan merusak kerukunan antara sesama anak bangsa khususnya di Indonesia yang sangat menjunjung tinggi toleransi karena kebhinekaannya.
Mewaspadai radikalisme dan paham khilafah membutuhkan upaya kolektif dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, masyarakat sipil, dan individu. Masyarakat perlu dibekali dengan pengetahuan yang memadai tentang bahaya radikalisme dan paham khilafah. Pendidikan agama yang moderat dan toleran juga penting untuk mencegah misinterpretasi terhadap ajaran Islam.
AR Waluyo Wasis Nugroho atau Gus Wal, Ketua Umum Pejuang Nusantara Indonesia Bersatu (PNIB) mengatakan agar seluruh masyarakat untuk waspada terhadap bahaya laten terorisme yang menyusup dengan licik di tengah kehidupan beragama, budaya, dan suku. Masyarakat harus waspada bahwa terorisme tidak lagi tampil dengan wajah seram yang membawa senjata, namun kadangkala muncul dengan wajah ramah namun penuh dengan kebencian.
Masyarakat perlu dibekali dengan pengetahuan yang memadai tentang bahaya radikalisme dan paham khilafah. Pendidikan agama yang moderat dan toleran juga penting untuk mencegah misinterpretasi terhadap ajaran Islam serta pentingnya dukungan penuh kepada Densus 88, Polri, dan TNI adalah kunci untuk memberantas segala bentuk aksi intoleransi, radikalisme, dan terorisme.
Kesadaran kolektif dan kerja sama lintas sektoral merupakan kunci dalam menanggapi ancaman radikalisme dan paham khilafah. Hanya dengan bersatu, masyarakat Indonesia dapat menjaga kerukunan dan keharmonisan bangsa, serta memastikan bahwa negara ini tetap menjadi tempat yang aman dan damai bagi semua warganya.
Indonesia harus tetap menjaga nilai-nilai keragaman serta menghargai perbedaan untuk mencegah perpecahan yang bisa dimanfaatkan oleh kelompok ekstremis. Teruslah berjuang untuk mewujudkan Indonesia yang damai, bersatu, dan bermartabat.
Menjaga keharmonisan bangsa adalah tanggung jawab kita bersama. Dengan meningkatkan kewaspadaan dan melakukan upaya pencegahan yang tepat, kita dapat memerangi radikalisme dan paham khilafah, serta menjaga Indonesia sebagai negara yang damai dan toleran.
)* Mahasiswa Tinggal di Yogyakarta