Oleh: Marcus Wonda *)
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) merupakan salah satu inisiatif pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan status gizi masyarakat, khususnya kelompok rentan seperti anak-anak, ibu hamil, dan pelajar. Di Papua, program ini menjadi bagian dari upaya peningkatan kualitas hidup melalui penyediaan makanan sehat yang terjangkau dan berbasis potensi lokal. Pelaksanaan MBG dirancang agar adaptif terhadap kondisi geografis dan sosial budaya Papua, serta didukung oleh sinergi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, institusi pendidikan, dan masyarakat adat.
Keseriusan pemerintah terlihat dari berbagai aspek, salah satunya adalah penunjukan Universitas Cenderawasih sebagai Regional Centre of Excellence (RCOE) dalam mendukung pelaksanaan MBG. Langkah ini mencerminkan pendekatan yang berakar pada kekuatan lokal. Di sini, pelatihan, riset, dan inovasi akan terus dikembangkan untuk menghasilkan solusi gizi berbasis pangan lokal yang sesuai dengan kondisi sosiokultural masyarakat Papua. Dengan melibatkan akademisi, tenaga ahli, dan tokoh masyarakat, pemerintah berupaya menjadikan RCOE sebagai pusat penggerak perubahan di bidang ketahanan pangan dan gizi.
Direktur Penganekaragaman Konsumsi Pangan dari Badan Pangan Nasional, Rinna Syawal menegaskan bahwa Pemerintah menyadari bahwa distribusi makanan dari pusat perlu dioptimalkan melalui sinergi dengan kekayaan pangan lokal. Indonesia memiliki keragaman sumber pangan yang belum sepenuhnya dimanfaatkan secara maksimal. Ia menyebutkan bahwa lebih dari 77 jenis karbohidrat lokal, 75 jenis protein hewani, serta ratusan jenis sayur dan buah dapat diolah menjadi menu sehat untuk anak-anak Papua, dengan tetap mempertahankan identitas budaya pangan setempat.
Pentingnya memanfaatkan potensi lokal juga menjadi bagian dari strategi besar pemerintah dalam menggerakkan ekonomi desa. Melalui pembangunan dapur satelit di wilayah terpencil, program MBG tidak hanya memastikan makanan bergizi tersaji lebih cepat, tetapi juga membuka lapangan kerja dan mendorong produksi pangan di kampung-kampung. Di sinilah aspek kedaulatan pangan mendapat tempat penting; anak-anak tidak hanya makan untuk kenyang, tetapi juga menyambung relasi dengan tanah kelahiran. Konsep ini menjadikan program MBG sebagai bagian dari pembangunan berkelanjutan yang menyeimbangkan aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan.
Komitmen pemerintah daerah juga menjadi penopang utama keberhasilan program ini. Plt. Staf Ahli Gubernur Papua Bidang Pengembangan Masyarakat dan Budaya, Matias Mano, menyatakan Pemprov bersama sejumlah pemkab di Papua secara aktif menyusun strategi yang melibatkan masyarakat dari hulu ke hilir. Pelibatan multipihak, termasuk penguatan kapasitas SDM di tingkat akar rumput, merupakan prioritas utama dalam mendukung keberlanjutan MBG. Pendekatan ini memperlihatkan bahwa program nasional tidak bisa berjalan efektif tanpa kearifan lokal sebagai fondasi pelaksanaannya.
Bupati Jayapura, Yunus Wonda, menggarisbawahi pentingnya keterlibatan masyarakat adat dalam seluruh proses pelaksanaan MBG. Menurutnya, masyarakat adat tidak hanya hidup berdampingan dengan sumber pangan lokal, tetapi juga memiliki sistem sosial dan budaya yang bisa diintegrasikan ke dalam mekanisme distribusi dan penyuluhan gizi. Pemkab Jayapura bahkan sedang memetakan peran masyarakat adat di tiap kampung, mulai dari produksi hingga konsumsi, agar masyarakat tidak semata menjadi penerima manfaat, melainkan pelaku utama pembangunan.
Sinergi dengan tokoh adat dan lembaga adat juga menjadi kunci penting dalam membangun kesadaran kolektif tentang pentingnya gizi dan pangan lokal. Penyuluhan tentang pola makan sehat kini tidak lagi berbasis instruksi satu arah, melainkan disampaikan melalui narasi budaya yang lebih diterima masyarakat. Pendekatan ini bukan hanya meningkatkan efektivitas program, tetapi juga memperkuat keberlanjutan karena nilai-nilai yang dibawa oleh program MBG menjadi bagian dari kebiasaan hidup sehari-hari.
Dari sisi dampak, MBG bukan hanya berperan meningkatkan status gizi anak-anak, tetapi juga memperkuat ketahanan ekonomi desa. Perputaran uang yang terjadi akibat aktivitas dapur MBG, mulai dari pembelian hasil kebun, ikan, hingga ternak, menjadi potensi ekonomi baru di kampung-kampung. Pemerintah daerah melihat bahwa keberhasilan MBG akan memberikan efek berganda, tidak hanya mencetak generasi yang sehat dan cerdas, tetapi juga mengangkat martabat masyarakat lokal melalui pemberdayaan ekonomi dan budaya.
Program ini memang masih dalam tahap awal, tetapi arah kebijakan yang diambil menunjukkan bahwa MBG bukan sekadar program makan gratis. MBG adalah investasi sosial jangka panjang. Pemerintah meletakkan fondasi bagi masa depan Papua melalui pendekatan yang manusiawi, partisipatif, dan berbasis potensi lokal. Dari sepiring makanan bergizi, terbit harapan baru bahwa Papua dapat tumbuh sebagai wilayah yang tidak hanya kuat dalam identitas budaya, tetapi juga tangguh dalam kualitas sumber dayanya.
Program MBG menunjukkan komitmen pemerintah untuk memberikan perhatian yang merata kepada seluruh masyarakat Indonesia. Papua, yang selama ini menghadapi berbagai tantangan pembangunan, kini mulai mendapat porsi perhatian lebih besar melalui kebijakan yang menyentuh kebutuhan dasar masyarakat. Lewat program MBG, pemerintah membuktikan bahwa pembangunan tidak hanya berlangsung di pusat kota, tetapi juga menyentuh daerah-daerah yang paling membutuhkan.
)* Pengamat Sosial/Pengiat Literasi Kemajuan Papua