Oleh: Alexander Royce*)
Seiring tantangan semakin kompleks di dunia ketenagakerjaan dan tekanan global yang tak kunjung mereda, pemerintah menunjukkan kepedulian nyata melalui kebijakan strategis di sektor perumahan, yaitu program rumah subsidi bagi buruh. Langkah ini bukan sekadar menyediakan tempat tinggal, melainkan jejak komitmen kuat negara dalam meningkatkan kesejahteraan pekerja dan menjaga stabilitas ekonomi nasional.
Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menegaskan, pembentukan Satgas Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan jaminan pekerjaan merupakan wujud nyata perhatian negara terhadap pekerja sebagai aset penting. Ia menyampaikan bahwa pemerintah tidak akan tinggal diam saat ada potensi PHK massal, bahkan membentuk lintas sektor dalam Satgas tersebut untuk mendeteksi dini risiko PHK dan memfasilitasi dialog antara perusahaan dan pekerja, agar reskilling dan upskilling juga menjadi bagian pencegahannya.
Sejalan dengan semangat perlindungan tenaga kerja itu, di sektor perumahan muncul bukti konkret pemerintahan ini menjawab kebutuhan pekerja. Kuota rumah subsidi bagi buruh semula 20 ribu unit kini ditingkatkan menjadi 50 ribu unit hingga akhir 2025. Menteri PKP Maruarar Sirait dengan tegas menyetujui usulan Menteri Ketenagakerjaan Yassierli meningkatkan kuota tersebut setelah melihat realisasi mencapai lebih dari 36 ribu unit dimana hal ini melampaui target awal. Ini menunjukkan tingginya antusiasme pekerja terhadap program ini.
Menurut Maruarar, sinergi antar kementerian dan pemangku kepentingan perumahan menandai kolaborasi yang indah dan produktif. Ia menyoroti peran asosiasi pengembang yang memberikan uang muka gratis bagi peserta BPJS Ketenagakerjaan, sebuah inisiatif tanpa preceden yang memperkuat ekosistem kebijakan subsidi rumah. Pihak perbankan seperti BTN juga didorong memainkan peran utama sebagai penyalur utama rumah subsidi, yang diyakini memiliki multiplier effect besar terhadap ekonomi rakyat.
Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menyambut gembira kebijakan ini. Ia menekankan bahwa rumah subsidi tidak hanya menambah hunian, melainkan membuka lapangan kerja baru dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Kolaborasi lintas sektor menurutnya adalah bentuk kepedulian bersama kepada buruh dan pekerja. Keberhasilan meningkatkan kuota menjadi 50 ribu unit hingga akhir tahun ini juga dianggap sebagai respon cepat terhadap minat tinggi masyarakat pekerja.
Kesigapan pemerintah diperkuat dengan kebijakan-kebijakan yang lebih luas. Presiden memperluas kuota rumah subsidi nasional dari 220 ribu unit menjadi 350 ribu unit, sekaligus memberikan pembebasan PPN untuk rumah di bawah Rp 2 miliar serta insentif fiskal lainnya seperti pembebasan BPHTB dan PBG untuk MBR, semua agar biaya kepemilikan rumah lebih ringan.
Dalam konteks ketenagakerjaan, Menaker Yassierli tidak hanya fokus pada perumahan. Di forum Indonesia Human Capital & Beyond Summit yang diselenggarakan pada 3 September 2025, ia menegaskan pentingnya menciptakan “next practices”, sebuah praktik baru yang menggabungkan standar global dengan kearifan lokal, untuk menjawab tuntutan dunia kerja masa depan. Ia menyatakan pekerja harus dipandang sebagai talenta dan aset negara, bukan beban, terutama di era disrupsi digital, kecerdasan buatan, transisi hijau, dan dominasi milenial serta Gen Z. Pendekatan people-centered, termasuk pengembangan emotional intelligence, design thinking, dan learning agility, diyakini menjadi kunci ketahanan ketenagakerjaan nasional.
Dengan pendekatan komprehensif seperti itu, perlindungan terhadap PHK, sinergi sektor, dorongan perumahan layak, dan transformasi paradigma ketenagakerjaan membuktikan bahwa pemerintahan ini menunjukkan langkah nyata dan terukur dalam menjaga kesejahteraan rakyat. Tidak hanya memberikan rumah, pemerintah juga menghadirkan kepastian dan dukungan berkelanjutan agar pekerja merasa dihargai dan memiliki masa depan yang lebih baik.
Program rumah subsidi ini, selain menjadi simbol kepedulian negara terhadap buruh, juga berfungsi sebagai stimulus ekonomi. Sektor konstruksi bangkit, spesialis bahan bangunan terlibat, lapangan kerja tercipta, dan ketersebaran manfaat bisa terasa di pelosok negeri. Semua itu berpadu dalam sinergi lintas kementerian dan lembaga dari Kemnaker, Kementerian PKP, hingga BPS yang menuntun kebijakan ini menjadi kebijakan inklusif, produktif, dan pro-rakyat.
Secara makro, kebijakan ini juga mendukung pembangunan hunian layak, memperbaiki backlog kepemilikan rumah, dan meningkatkan kualitas permukiman. Bentuk perhatian pemerintah tidak hanya kepada individu pekerja, tetapi juga memperkuat lingkungan tempat tinggal mereka, sehingga kesejahteraan pekerja menjadi fondasi pembangunan sosial ekonomi yang lebih maju.
Pemerintah telah membuktikan bahwa pembangunan perumahan bukan sekadar angka, tetapi wujud konkrit dari semangat gotong royong, intervensi negara yang efektif, dan visi berkelanjutan untuk rakyat. Upaya memperluas kuota dari 20 ribu menjadi 50 ribu rumah subsidi di tahun ini menjadi bukti bahwa komitmen itu terus bergerak, progresif, dan solutif.
Dengan semangat yang nyata seperti ini, kita optimis bahwa kesejahteraan pekerja akan terus meningkat, masyarakat makin kuat, dan iklim ekonomi semakin kokoh untuk membawa Indonesia menuju kemajuan yang lebih merata dan berkelanjutan. Pemerintah terbukti hadir, berpihak, dan bekerja untuk rakyat.
*) Penulis merupakan Pengamat Sosial