Jakarta – Upaya Komisi I DPR RI untuk merevisi Undang-Undang Penyiaran mendapat dukungan luas dari kalangan industri penyiaran nasional. Revisi ini dinilai penting untuk mencegah penyalahgunaan platform digital dan memperjelas batas kewenangan antar-lembaga pengawas di era media multiplatform.
Anggota Komisi I DPR RI, Abraham Sridjaja, menyatakan bahwa definisi penyiaran dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran perlu diperjelas agar tidak menimbulkan ambiguitas dalam penerapannya. Ia mengungkapkan bahwa saat ini terjadi kekosongan hukum yang mengakibatkan ketimpangan pengawasan antara media konvensional dan platform digital berbasis over the top (OTT) seperti YouTube, TikTok, dan Netflix.
“Terjadi kekosongan hukum. TV konvensional merasa hanya mereka yang diawasi, sementara platform digital tidak. Kalau semua digabung, KPI akan jadi super power. Maka OTT sebaiknya diatur dalam UU yang berbeda,” ujar Abraham di Kompleks Parlemen, Jakarta.
Menurutnya, penyatuan pengaturan konten televisi dan platform digital dalam satu regulasi berisiko menciptakan tumpang tindih kewenangan antara lembaga-lembaga seperti Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Dewan Pers, serta Direktorat Pengawasan Ruang Digital di bawah Kementerian Kominfo.
Abraham juga menyoroti maraknya konten vulgar yang beredar di platform digital yang belum tersentuh regulasi yang tegas. Ia menyarankan agar pemerintah mempertimbangkan pembentukan UU khusus mengenai penyiaran digital agar dapat mengakomodasi kebutuhan perlindungan masyarakat tanpa mengorbankan kebebasan berekspresi.
“Kalau mau dimasukkan, harus jelas sejak awal. Judulnya juga harus berubah, misalnya jadi ‘RUU Penyiaran dan Konten Digital’. Kalau tidak, ini akan menimbulkan konflik kewenangan,” tegasnya.
Dukungan terhadap langkah DPR ini juga datang dari kalangan industri. Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) menyatakan bahwa revisi UU Penyiaran sudah mendesak mengingat prosesnya telah tertunda selama 13 tahun. Sekretaris Jenderal ATVSI, Gilang Iskandar, menyambut baik upaya DPR dalam menyesuaikan regulasi penyiaran dengan perkembangan era digital.
“ATVSI menyambut baik upaya Komisi I DPR RI untuk menyelesaikan revisi UUP karena sudah sekitar 13 tahun proses ini berjalan,” ujarnya dalam forum dialog antara DPR dan pemangku kepentingan penyiaran di Sumatera Utara
Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Dave Laksono, memastikan bahwa revisi ini merupakan inisiatif parlemen untuk memastikan regulasi penyiaran nasional tidak tertinggal oleh zaman.
“Melalui forum ini kami berharap masukan dari para pemangku penyiaran dapat memperkuat rumusan akhir UU,” katanya.
Dengan semakin meningkatnya konsumsi konten digital oleh masyarakat, pembentukan kerangka hukum yang jelas dan progresif menjadi kebutuhan mendesak. Komitmen DPR untuk segera menuntaskan revisi UU Penyiaran pun dinilai sebagai sinyal positif menuju ekosistem media yang lebih sehat, transparan, dan inklusif. ()