Pemerintah Matangkan Regulasi Pajak Digital Demi Keadilan dan Kepastian Hukum

oleh -1 Dilihat
oleh
banner 468x60

Jakarta – Pemerintah terus memperkuat fondasi perpajakan digital guna mengimbangi pesatnya pertumbuhan ekonomi digital Indonesia. Nilai ekonomi digital nasional diproyeksikan mencapai US$ 146 miliar pada tahun 2025, dan hal ini mendorong Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan untuk mempercepat penyusunan regulasi perpajakan digital yang adaptif dan progresif.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Rosmauli, menjelaskan bahwa regulasi baru yang tengah disusun akan menjadi dasar hukum yang kuat dalam mengatur kewajiban pajak para pelaku usaha digital.

banner 336x280

“Regulasi ini akan mengatur jenis layanan digital yang dikenai pajak, mekanisme pemungutannya, serta dokumen yang perlu disiapkan pelaku usaha terkait kewajiban pajak digital,” ujar Rosmauli.

Hingga Maret 2025, penerimaan pajak dari sektor ekonomi digital, termasuk dari pemungutan PPN Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE), telah mencapai Rp 34,91 triliun. Namun, masih banyak potensi pajak digital yang belum tergarap secara maksimal.

Direktur Eksekutif Indonesia Economic Fiscal (IEF) Research Institute, Ariawan Rahmat, menyoroti bahwa batas penunjukan pemungut PPN PMSE perlu dievaluasi.

“Ambang Rp 600 juta per tahun bisa jadi terlalu tinggi. Penurunan batas ini akan membuka ruang untuk menjaring lebih banyak pelaku digital skala kecil dan menengah yang selama ini luput dari radar pajak,” ujar Ariawan.

Ia juga menyoroti empat sektor digital strategis yang potensial namun belum tergarap optimal: aset kripto, peer-to-peer (P2P) lending, ekonomi gig, dan kecerdasan buatan (AI). Ariawan menilai sektor-sektor tersebut berkontribusi besar pada ekonomi nasional dan harus menjadi prioritas dalam pengawasan pajak.

“Pajak digital adalah keniscayaan, bukan opsi. Kita tidak bisa menunggu lagi,” tegasnya.

Untuk mendukung pengawasan dan kepatuhan, DJP juga mengembangkan sistem digital baru bernama Coretax DJP. Kepala Bidang Penyuluhan Kanwil DJP Jatim III, Vincentius Sukamto, mengatakan bahwa sistem ini akan memanfaatkan teknologi mutakhir seperti AI dan geotagging.

“Coretax akan mempermudah akses informasi dan memperkuat knowledge management DJP. AI akan membantu menghimpun dan menganalisis data untuk mendukung ekstensifikasi dan intensifikasi perpajakan,” jelas Vincent.

Namun, tantangan masih besar. Kesenjangan literasi digital dan keuangan masih menghambat efektivitas program. Berdasarkan data INDEF 2023, indeks literasi digital Indonesia baru mencapai 62%, sementara literasi keuangan 65% menurut OJK.

Menjawab tantangan ini, DJP mendorong kolaborasi dengan akademisi, tax center, dan konsultan pajak. Program edukasi seperti Business Development Services (BDS) juga diluncurkan untuk mendukung UMKM naik kelas secara digital dan paham perpajakan.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum IKPI, Vaudy Starworld, menekankan pentingnya inovasi profesi pajak.

“Kami mendorong lahirnya Taxologist, yaitu konsultan pajak yang menguasai teknologi dan mampu memimpin inovasi digital perpajakan,” tutur Vaudy.

Transformasi digital perpajakan kini menjadi gerbang menuju sistem fiskal yang lebih adil, transparan, dan berkelanjutan. Pemerintah berkomitmen bahwa semua sektor, termasuk digital, harus memberikan kontribusi yang seimbang bagi kemajuan bangsa.

[]

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.