Jakarta — Pemerintah melalui Kementerian Keuangan resmi membuka blokir anggaran sebesar Rp134,9 triliun kepada 99 kementerian dan lembaga (K/L) per 24 Juni 2025. Langkah ini dilakukan guna mempercepat realisasi belanja negara dan mendorong pelaksanaan program-program prioritas nasional, terutama di bidang pendidikan dan kesehatan.
Pembukaan blokir ini merupakan tindak lanjut dari arahan Presiden Prabowo Subianto yang meminta agar sebagian anggaran yang sebelumnya dibekukan sesuai Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 kembali dibuka.
Sebagai informasi, pemerintah semula melakukan efisiensi anggaran sebesar Rp306,69 triliun guna menjaga stabilitas fiskal. Namun, untuk mendukung akselerasi pembangunan, pemerintah membuka kembali sebagian dana tersebut.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa dari total anggaran yang dibuka, Rp48 triliun dialokasikan kepada 23 K/L yang telah melalui restrukturisasi anggaran, sementara Rp86,9 triliun lainnya diberikan kepada 76 K/L.
“Pembukaan blokir anggaran ini dilakukan agar K/L dapat melaksanakan program-program prioritas yang ditetapkan Presiden,” ujar Sri Mulyani.
Dampak langsung dari kebijakan ini tercermin dalam realisasi belanja negara pada semester I 2025 yang mencapai Rp1.406 triliun, terdiri dari belanja K/L sebesar Rp470,5 triliun dan belanja non-K/L sebesar Rp533 triliun. Anggaran yang telah dibuka akan difokuskan pada pelaksanaan program seperti pemberian makanan bergizi gratis, pemeriksaan kesehatan gratis bagi pelajar, renovasi sekolah, hingga pembangunan lumbung pangan di daerah.
Anggota Komisi V DPR RI, H Ruslan Daud, menyambut positif kebijakan ini. Ia menegaskan bahwa Badan Anggaran DPR RI mendukung penuh Rencana Kerja Anggaran 2026 dan percepatan pelaksanaan program-program prioritas pemerintah.
“Dibukanya blokir anggaran ini kita harapkan dapat mendorong pelaksanaan program yang benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat,” jelas Ruslan.
Dari sisi akademisi, Wakil Ketua II Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia Yogyakarta, Rudy Badrudin, menilai kebijakan ini sebagai langkah yang tepat untuk menghidupkan kembali perputaran uang di pusat dan daerah.
Menurutnya, pembukaan blokir anggaran akan memudahkan daerah menyusun ulang rencana pembangunan dan mengubah alokasi belanja sesuai prioritas baru.
Dengan kebijakan ini, pemerintah menegaskan komitmennya untuk menjaga keseimbangan antara efisiensi fiskal dan efektivitas belanja, demi mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkualitas.